Pertumbuhan Ekonomi 2025 Terancam? Pemerintah Harus Turunkan Target!

Pertumbuhan Ekonomi 2025 Terancam? Pemerintah Harus Turunkan Target!
Sumber: Liputan6.com

Ekonomi Indonesia di tahun 2025 menghadapi tantangan signifikan. Pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan sebesar 4,87% pada triwulan I-2025 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan angka tersebut di tengah situasi ekonomi global dan domestik yang semakin kompleks.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengajukan usulan penting terkait hal ini. Ia mendesak pemerintah untuk merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun 2025. Alasannya, target yang ada saat ini dianggap tidak realistis dan perlu disesuaikan dengan kondisi terkini.

Desakan Revisi Target Pertumbuhan Ekonomi 2025

Bhima Yudhistira, ekonom terkemuka, menilai bahwa pemerintah perlu mengakui memburuknya kondisi ekonomi. Penyangkalan atas situasi ini hanya akan menghambat langkah-langkah perbaikan yang tepat.

Menurutnya, revisi target pertumbuhan ekonomi bukan sekadar angka, tetapi langkah krusial untuk merumuskan program-program yang lebih efektif dan berdampak. Hal ini sangat penting dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional.

Dengan target yang lebih rasional, pemerintah dapat mengalokasikan sumber daya secara tepat sasaran. Penyusunan kebijakan pun diharapkan lebih terarah dan efektif.

Dampak Kebijakan Tarif AS terhadap Ekonomi Indonesia

Bhima juga menyoroti dampak negatif kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap ekspor Indonesia. Ekspor komoditas seperti batu bara dan nikel olahan mengalami penurunan harga yang signifikan.

Era keemasan komoditas (bonanza komoditas) kini telah berakhir. Hal ini menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi Indonesia.

CELIOS memperkirakan potensi kerugian ekonomi akibat kebijakan tarif AS mencapai Rp 110 triliun. Kerugian ini juga berpotensi menyebabkan 1,2 juta pekerja kehilangan mata pencahariannya.

Kontraksi Sektor Pertambangan dan Prospek ke Depan

Laporan BPS menunjukkan sektor pertambangan mengalami kontraksi sebesar 1,23% pada triwulan I 2025.

Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya permintaan batubara dan lignit di pasar internasional. Subsektor pertambangan bijih logam juga mengalami kontraksi tajam sebesar 11,83% akibat pemeliharaan besar-besaran di tambang tembaga dan emas Papua Tengah.

Kondisi ini semakin memperkuat argumen Bhima Yudhistira tentang perlunya revisi target pertumbuhan ekonomi. Kondisi sektor pertambangan yang tengah terkontraksi jelas memerlukan perhatian serius.

Data PDB Indonesia menunjukkan angka Rp 5.665,9 triliun (harga berlaku) dan Rp 3.264,5 triliun (harga konstan) pada triwulan I 2025. Walaupun Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan kontraksi ekonomi kuartalan sebagai hal musiman, situasi ini tetap perlu diantisipasi dengan strategi yang tepat.

Perlu ada langkah-langkah konkret untuk mengatasi tantangan ekonomi yang ada. Revisi target pertumbuhan ekonomi menjadi langkah awal yang penting untuk mencapai hal tersebut. Pemerintah diharapkan mampu merespon situasi ini dengan kebijakan yang tepat dan berkelanjutan.

Ke depan, pemerintah perlu fokus pada diversifikasi ekonomi agar tidak terlalu bergantung pada sektor tertentu. Peningkatan daya saing produk ekspor serta upaya untuk mengelola dampak kebijakan global juga menjadi hal krusial yang perlu diperhatikan.

Pos terkait