Kabut Tipis Bekasi-Depok? BMKG Ungkap Misteri Cuaca Aneh

Kabut Tipis Bekasi-Depok? BMKG Ungkap Misteri Cuaca Aneh
Sumber: Liputan6.com

Cuaca di wilayah Bekasi dan Depok pada Minggu, 29 Juni 2025, dilaporkan terasa sejuk dan berkabut. Kondisi ini bahkan dibandingkan oleh beberapa pengguna media sosial dengan suasana di kawasan Puncak, Bogor. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mengenai penyebab cuaca yang tidak biasa di daerah dataran rendah tersebut.

Fenomena ini menarik perhatian karena biasanya daerah tersebut tidak memiliki karakteristik cuaca sejuk dan berkabut seperti di Puncak yang terletak di dataran tinggi. Penjelasan ilmiah dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sangat dibutuhkan untuk memahami kejadian ini.

Penjelasan BMKG Mengenai Cuaca Sejuk dan Berkabut di Bekasi dan Depok

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa cuaca sejuk dan berkabut di Bekasi dan Depok disebabkan oleh kelembaban tinggi pasca hujan. Hujan meningkatkan kelembaban udara, membuat udara terasa lebih dingin dan berkabut.

Meskipun Bekasi dan Depok berada di dataran rendah, berbeda dengan Puncak Bogor yang berada di dataran tinggi, faktor kelembaban tinggi pasca hujan berperan besar dalam menciptakan kondisi tersebut. Pergerakan angin, meskipun relatif tenang, juga dapat membawa udara sejuk dan lembab ke wilayah tersebut.

Faktor-Faktor Penyebab Cuaca Kabut dan Sejuk

Beberapa faktor berkontribusi pada kondisi cuaca yang tidak biasa ini. Pertama, hujan menyebabkan penurunan suhu dan peningkatan kelembaban.

Kedua, kelembaban tinggi membuat udara terasa lebih dingin dan berkabut. Ini adalah mekanisme alamiah yang sering terjadi setelah hujan lebat.

Ketiga, pergerakan angin, meskipun tidak kencang, berperan dalam membawa massa udara sejuk dan lembab ke wilayah Bekasi dan Depok. Faktor ini memperkuat efek dari hujan dan kelembaban tinggi.

Imbauan BMKG Terkait Cuaca Ekstrem di Masa Libur Sekolah

BMKG juga mengingatkan potensi cuaca ekstrem di beberapa destinasi wisata selama libur sekolah, meskipun Indonesia telah memasuki musim kemarau. Kondisi atmosfer yang labil masih memungkinkan hujan sedang hingga lebat, angin kencang, dan petir di sejumlah wilayah.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa musim kemarau tahun ini belum merata. Angin Monsun Australia, yang biasanya membawa udara kering, masih relatif lemah.

Suhu muka laut yang lebih hangat dari normal di selatan Indonesia juga meningkatkan potensi pertumbuhan awan konvektif. Akibatnya, hujan deras tetap mungkin terjadi, meskipun secara klimatologis sudah musim kemarau.

Aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, dan gelombang Kelvin masih aktif dan berkontribusi pada pembentukan awan hujan. Kondisi ini diprediksi akan berlanjut dalam sepekan ke depan, terutama di wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk beberapa destinasi wisata.

Kelembapan atmosfer yang tinggi dan angin timuran yang belum stabil memperkuat potensi hujan. Di daerah pegunungan, hujan berpotensi menyebabkan longsor atau pohon tumbang. Di wilayah laut, angin kencang dan gelombang tinggi dapat membahayakan aktivitas wisata air. Oleh karena itu, kewaspadaan dan antisipasi masyarakat sangat penting.

Kesimpulannya, cuaca sejuk dan berkabut di Bekasi dan Depok merupakan fenomena alamiah yang dipengaruhi oleh kelembaban tinggi pasca hujan dan pergerakan angin. Sementara itu, BMKG mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem di sejumlah wilayah, terutama destinasi wisata, selama liburan sekolah, karena musim kemarau tahun ini belum merata dan kondisi atmosfer masih labil. Pemantauan cuaca secara berkala sangat dianjurkan untuk meminimalisir risiko yang mungkin terjadi.

Pos terkait