WFO vs WFH ASN: Produktivitas Melonjak atau Sulit Dikontrol?

WFO vs WFH ASN: Produktivitas Melonjak atau Sulit Dikontrol?
Sumber: Liputan6.com

Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia mendapatkan angin segar dengan diberlakukannya peraturan baru terkait fleksibilitas kerja. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor 4 Tahun 2025 resmi mengizinkan ASN untuk bekerja dari mana saja (Work From Anywhere/WFA), termasuk dari rumah atau lokasi lain selain kantor. Aturan ini berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPPK), mulai 21 April 2025. Hal ini diharapkan meningkatkan produktivitas dan keseimbangan hidup ASN.

Namun, penerapan kebijakan ini menuai pro dan kontra. Beberapa pihak mengkhawatirkan potensi penurunan kualitas pelayanan publik dan kesulitan pengawasan kinerja ASN. Sementara itu, ASN sendiri menyambut baik kebijakan ini, terutama yang memiliki komitmen tinggi dan telah didukung infrastruktur teknologi yang memadai.

ASN Boleh WFA: Fleksibilitas Kerja yang Dinamis

Kementerian PANRB menjelaskan alasan di balik kebijakan WFA dan fleksibilitas jam kerja. ASN tidak hanya perlu profesional, tetapi juga membutuhkan motivasi dan produktivitas tinggi. Fleksibilitas kerja dianggap sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan kerja yang semakin dinamis.

Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Nanik Murwati, menekankan bahwa WFA tidak boleh mengurangi kualitas pemerintahan dan pelayanan publik. Justru sebaliknya, diharapkan ASN dapat bekerja lebih fokus dan seimbang. Penerapan sistem ini juga mendukung pemanfaatan sistem pemerintahan berbasis elektronik.

Tantangan dan Kekhawatiran Implementasi WFA

Meskipun menawarkan potensi peningkatan produktivitas, kebijakan WFA juga menimbulkan kekhawatiran. Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, menilai kebijakan ini belum matang. Tidak semua instansi pemerintah siap dengan aturan ini, terutama di daerah terpencil atau yang masih dalam tahap pemekaran.

Trubus menyoroti perlunya kajian mendalam sebelum implementasi. Kesiapan ASN, infrastruktur di daerah, dan karakteristik pekerjaan harus dipertimbangkan. Contohnya, guru di daerah terpencil sulit menerapkan WFA karena interaksi langsung dengan murid sangat penting.

Kesiapan Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia

Kesiapan infrastruktur teknologi dan sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci keberhasilan WFA. Daerah maju seperti Jakarta mungkin lebih siap, tetapi daerah tertinggal atau terpencil perlu mendapat perhatian khusus.

Penting untuk mempertimbangkan perbedaan kemampuan akses internet dan perangkat teknologi di berbagai daerah. Pelatihan dan peningkatan kompetensi digital bagi ASN juga perlu dilakukan secara merata.

Dukungan dan Kritik Terhadap Kebijakan WFA

Gubernur Jakarta, Pramono Anung, menyambut positif PermenPANRB ini dan menyatakan kesiapan Jakarta untuk menerapkannya. Ia memiliki pengalaman menjalankan sistem kerja serupa saat menjabat sebagai Menteri Sekretaris Kabinet.

Sementara itu, beberapa pihak seperti Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, dan Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mengingatkan pentingnya evaluasi periodik dan sistem KPI untuk memastikan WFA tidak disalahgunakan dan pelayanan publik tetap terjaga. Dede Yusuf menekankan bahwa WFA tidak cocok untuk semua ASN, terutama yang berhadapan langsung dengan masyarakat.

Pendapat dari Pihak Terkait

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyambut positif kebijakan ini sebagai langkah untuk meningkatkan produktivitas ASN. Namun, mereka juga menyadari perlunya evaluasi berkala.

Beberapa ASN, terutama yang bekerja di bidang administrasi, antusias menyambut kebijakan ini karena menawarkan keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga yang lebih baik. Namun, ada juga ASN yang bekerja di lapangan yang menilai kebijakan ini tidak begitu berpengaruh terhadap pekerjaan mereka.

PermenPANRB Nomor 4 Tahun 2025 secara rinci mengatur kriteria ASN yang diperbolehkan WFA, kriteria fleksibilitas kerja secara lokasi dan waktu, serta mekanisme pemantauan dan evaluasi. Penerapan kebijakan ini membutuhkan perencanaan yang matang dan evaluasi berkala untuk memastikan keberhasilannya dalam meningkatkan produktivitas ASN tanpa mengorbankan kualitas pelayanan publik. Suksesnya implementasi WFA bergantung pada kesiapan infrastruktur, SDM, dan pengawasan yang efektif.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *