Warga Tolak KEK Mandalika? Presiden Jokowi Diminta Intervensi

Warga Tolak KEK Mandalika? Presiden Jokowi Diminta Intervensi
Sumber: Suara.com

Konflik agraria yang berkepanjangan terkait proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali mencuat. Proyek strategis nasional yang dikelola PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sejak 2019 ini, masih meninggalkan masalah pelik yang menyangkut hak-hak masyarakat setempat.

Pemerintah mendapat desakan untuk lebih humanis dalam menangani penolakan warga terhadap proyek tersebut. Tudingan intimidasi dan pelanggaran hak-hak masyarakat terus mengemuka, menuntut respon konkret dari pemerintah.

Tuduhan Intimidasi dan Stigmatisasi Warga Penolak KEK Mandalika

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, tegas mengecam tindakan intimidasi dan stigmatisasi terhadap warga yang menolak proyek KEK Mandalika. Ia menyebut warga kerap dicap sebagai “anti-pembangunan” atau bahkan dianggap ilegal hanya karena mempertahankan lahan mereka.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (27/6/2025), Dewi menyatakan, “Cara-cara intimidatif, diskriminatif, dan pelabelan negatif kepada warga yang menolak KEK Mandalika harus dihentikan. Mereka tidak boleh distigma sebagai kelompok ilegal atau anti-pembangunan.”

Praktik tersebut dinilai melanggar prinsip keadilan dan hak asasi manusia. Pemerintah perlu menjamin perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak warga yang menolak proyek ini.

Hak Prioritas Warga Atas Tanah Negara

Dewi Kartika menjelaskan bahwa berdasarkan prinsip hukum agraria, masyarakat yang telah lama menguasai dan menghuni tanah negara memiliki hak prioritas untuk mendapatkan pengakuan atas lahan tersebut.

“Siapa yang paling berhak atas tanah? Mereka yang menguasai lahan sejak lama,” tegasnya. Meskipun status lahan adalah tanah negara, warga yang telah lama bermukim di sana, menurut hukum agraria, berhak mendapatkan hak atas tanah secara prioritas.

Ia menyoroti lemahnya perlindungan hukum bagi masyarakat adat dan petani di Indonesia. Hal ini menyebabkan mereka rentan terhadap penggusuran dan kehilangan mata pencaharian.

Kritik terhadap PT ITDC dan Tuntutan Pemulihan Hak

KPA mengkritik keras tindakan PT ITDC yang dianggap telah mengambil alih tanah tanpa menyelesaikan hak-hak warga lokal terlebih dahulu. Proses pengambilan lahan dinilai tidak transparan dan tidak berpihak pada masyarakat.

Dewi menekankan pentingnya pemulihan hak-hak warga yang telah tergusur sejak awal pembangunan KEK Mandalika pada 2019. Proses line clearing yang kerap digunakan sebagai dalih pengosongan lahan, harus dihentikan agar tidak memicu penggusuran baru.

Pemerintah diminta menjamin perlindungan warga yang masih bertahan, meliputi permukiman, lahan garapan, dan usaha mereka di dalam wilayah proyek. Kehilangan akses terhadap sumber mata pencaharian mengancam kelangsungan hidup masyarakat Lombok Tengah.

Proyek KEK Mandalika, menurut Dewi, telah menggerus pusat-pusat ekonomi lokal yang telah lama tumbuh dan menopang kehidupan masyarakat. Kehilangan mata pencaharian ini berdampak luas bagi perekonomian lokal.

Pentingnya dialog dan negosiasi yang adil antara pemerintah, PT ITDC, dan masyarakat sangat krusial untuk menyelesaikan konflik agraria ini. Solusi yang berkelanjutan dan memperhatikan hak-hak masyarakat merupakan kunci utama.

Ke depannya, pengembangan proyek strategis nasional harus mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hal ini sangat penting agar pembangunan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat lokal.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *