Hasil autopsi ulang jenazah Juliana Marins, seorang turis Brasil yang meninggal saat mendaki Gunung Rinjani, telah memicu kontroversi internasional. Permintaan autopsi ulang diajukan keluarga melalui Kantor Pembela Umum Persatuan Brasil (DPU) dan didukung oleh pembela HAM regional di Rio de Janeiro, Taísa Bittencourt. Hasilnya, menurut Bittencourt, berpotensi mendukung penyelidikan internasional terhadap kematian Juliana.
Jika penyelidikan internal Indonesia dinilai tidak memadai atau tidak akuntabel, Brasil mengancam akan membuka penyelidikan sendiri melalui Kepolisian Federal. Hal ini didasarkan pada prinsip yurisdiksi ekstrateritorial, yang memungkinkan negara untuk menuntut warganya yang meninggal di luar negeri jika terdapat bukti pelanggaran hukum.
Hasil Autopsi Ulang dan Ancaman Penyelidikan Internasional
Taísa Bittencourt menyatakan kepada media Brasil bahwa DPU telah meminta Kepolisian Federal Brasil untuk menyelidiki kemungkinan kelalaian yang menyebabkan kematian Juliana. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pihak Kepolisian Federal terkait permintaan tersebut.
Penemuan “kemungkinan kelalaian” akan membuka jalan bagi kasus kematian Juliana untuk dibawa ke badan-badan internasional, dengan Indonesia sebagai pihak yang dituduh. Bittencourt menyatakan bahwa mereka akan menunggu laporan otoritas Indonesia sebelum menentukan langkah selanjutnya.
Tanggapan Pemerintah Indonesia dan Proses Autopsi di Brasil
Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa pemerintah Indonesia belum menerima surat atau nota diplomatik resmi dari pemerintah Brasil terkait tuntutan hukum atas kematian Juliana. Ancaman tuntutan, menurutnya, berasal dari lembaga independen Brasil yang menangani HAM.
Sekretariat Negara Kepolisian Sipil Rio de Janeiro melaporkan bahwa autopsi ulang telah selesai pada 2 Juli 2025. Autopsi melibatkan dua ahli forensik dari Kepolisian Sipil, disaksikan ahli medis dari Kepolisian Federal dan asisten teknis perwakilan keluarga.
Laporan awal autopsi ulang diperkirakan akan keluar dalam tujuh hari. Proses autopsi berlangsung selama lebih dari dua jam.
Tuntutan Keluarga dan Keterbatasan Autopsi Ulang
Permintaan autopsi ulang diajukan DPU atas permintaan keluarga karena dianggap kurangnya klarifikasi penyebab dan waktu pasti kematian Juliana dalam laporan autopsi pertama di Indonesia.
Autopsi di Indonesia menyimpulkan bahwa Juliana meninggal akibat trauma tumpul karena jatuh dan meninggal sekitar 20 menit setelah kejadian. Keluarga mempertanyakan hasil tersebut, sehingga meminta autopsi ulang di Brasil.
Ahli forensik Caroline Daitx menjelaskan keterbatasan teknis autopsi ulang. Manipulasi organ internal pada autopsi pertama membuat beberapa pemeriksaan menjadi mustahil, seperti memperkirakan volume darah yang hilang.
Meski ada keterbatasan, Daitx menekankan bahwa autopsi ulang dapat mengidentifikasi ketidakkonsistenan dalam laporan sebelumnya atau membantu investigasi. Prosedur ini juga dianggap sebagai upaya untuk transparansi dan bantuan dalam kasus ini.
Pemakaman Juliana Marins dan Kesimpulan
Juliana Marins dimakamkan pada 4 Juli 2025 di Niterói, Brasil. Upacara pemakaman dibagi dua sesi: sesi umum dan sesi terbatas untuk keluarga dan kerabat dekat.
Kasus kematian Juliana Marins menyoroti pentingnya kerjasama internasional dalam penyelidikan kematian warga negara asing di luar negeri. Hasil autopsi ulang dan langkah-langkah hukum selanjutnya akan menentukan arah penyelidikan dan kemungkinan tuntutan hukum terhadap Indonesia. Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya standar prosedur yang jelas dan transparan dalam penyelidikan kematian, khususnya dalam konteks wisata petualangan.
