PT Kangean Energy Indonesia (KEI) tengah menghadapi sorotan tajam terkait aktivitas pertambangan gasnya di Blok Kangean, khususnya di Pulau Pagerungan Besar dan Pagerungan Kecil, Sumenep. Klaim perusahaan tentang kepatuhan terhadap izin pertambangan dipertanyakan oleh berbagai pihak, memicu kontroversi mengenai dampak lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Direktur Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, mengungkapkan sejumlah temuan yang memprihatinkan.
Iwan Setiawan, Direktur IPR, menyatakan bahwa KEI berlindung di balik izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) tanpa mempertimbangkan prioritas konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana diatur dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K).
Kerusakan Ekologis dan Kerugian Masyarakat
Meskipun UU PWP3K tidak secara eksplisit melarang kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Iwan menekankan dampak negatif yang telah terjadi.
Kerusakan lingkungan, termasuk degradasi ekosistem laut, rusaknya terumbu karang dan padang lamun, serta berkurangnya hasil tangkapan nelayan, merupakan fakta yang tak terbantahkan.
Informasi ini didapat Iwan dari berbagai sumber, termasuk kelompok masyarakat, mahasiswa, LSM, dan NGO pemerhati lingkungan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD).
Klaim Pemberdayaan Masyarakat yang Dipertanyakan
KEI mengklaim telah menjalankan program pemberdayaan masyarakat. Namun, Iwan menilai klaim tersebut sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab sosial perusahaan.
Program-program yang disebut sebagai pemberdayaan dinilai tidak berkelanjutan. Kebanyakan bersifat bantuan jangka pendek, seperti sunatan massal atau bantuan barang habis pakai.
Data Kesejahteraan Masyarakat yang Minim Transparansi
Iwan mempertanyakan data mengenai kesejahteraan masyarakat Pulau Pagerungan selama 30 tahun terakhir, sejak KEI beroperasi di pulau seluas kurang dari 4 kilometer persegi tersebut.
Ia meragukan dampak positif KEI terhadap ekonomi masyarakat setempat. Ia meminta KEI untuk menunjukan secara transparan jenis UMKM yang telah diberdayakan dan dampak positifnya.
Penghargaan yang diterima KEI tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan.
Pulau Pagerungan Kecil: Kegelapan di Tengah Dampak Negatif
Kondisi Pulau Pagerungan Kecil menjadi sorotan khusus. Pulau ini mengalami dampak paling parah akibat aktivitas KEI, namun hingga kini belum menikmati akses listrik.
Kondisi ini semakin mempertegas kesenjangan dan ketidakadilan yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas pertambangan gas tersebut.
Kesimpulannya, kasus PT KEI di Pulau Pagerungan menyoroti pentingnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas perusahaan dalam menjalankan operasinya menjadi kunci untuk mencegah dampak negatif yang lebih luas. Perlu investigasi lebih lanjut untuk memastikan kepatuhan KEI terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dampak riil aktivitasnya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Data kesejahteraan masyarakat yang komprehensif dan independen sangat dibutuhkan untuk menilai secara objektif dampak kehadiran KEI di Pulau Pagerungan.





