Terasi dan petis, dua bumbu dapur yang sama-sama terbuat dari olahan udang, kerap kali dianggap sama. Padahal, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan, mulai dari proses pembuatan hingga cita rasa yang dihasilkan. Petis lebih umum ditemukan dalam kuliner Jawa Timur, sementara terasi memiliki jangkauan geografis yang lebih luas, bahkan tersebar di beberapa negara Asia Tenggara.
Perbedaan ini tidak hanya soal wilayah penyebaran. Tekstur, rasa, dan cara pembuatannya pun berbeda. Mari kita telusuri lebih dalam perbedaan keduanya.
Mengenal Terasi: Lebih dari Sekadar Bumbu
Terasi, yang dikenal dengan sebutan bagoong (khususnya balanchan atau alanang jika terbuat dari udang kecil) di Filipina, padecdan di Laos, dan gyoniso di Jepang, merupakan hasil fermentasi udang rebon dan/atau ikan kecil (ten).
Proses fermentasi inilah yang memberikan aroma khas dan cita rasa unik pada terasi. Bahan tambahan seperti tepung terigu atau tepung beras juga memengaruhi kualitas dan rasa akhir produk.
Proses fermentasi terasi menghasilkan pemecahan protein menjadi pepton, peptida, dan asam amino. Amonia yang dihasilkan selama proses ini pula yang menciptakan aroma khas terasi.
Proses Pembuatan Terasi: Dari Penjemuran hingga Fermentasi
Pembuatan terasi diawali dengan pencucian dan penjemuran udang rebon atau ikan ten hingga kering (2-3 hari).
Selanjutnya, bahan-bahan tersebut dicampur dengan garam (sekitar 13 persen) dan tepung, lalu diremas hingga rata.
Setelah itu, tambahkan air dan aduk hingga membentuk adonan yang kompak. Adonan kemudian dijemur dalam bentuk lempengan kecil selama 3-4 hari.
Tahap akhir, lempengan adonan ditumbuk halus, diberi sedikit air, dan dipadatkan. Adonan ini lalu dibungkus dengan daun pisang kering atau plastik dan diperas selama 3-4 minggu pada suhu ruang (atau 20-30 derajat Celcius dalam inkubator).
Mengenal Petis: Bumbu Khas Jawa Timur yang Kaya Rasa
Berbeda dengan terasi, petis lebih mirip kecap kental. Petis dibuat dari air rebusan ikan (pindang) atau udang yang kemudian dipekatkan.
Bumbu ini dikenal dengan rasa yang sedap dan kaya gizi. Petis sering digunakan sebagai penyedap dan perasa dalam berbagai masakan Jawa Timur.
Proses Pembuatan Petis: Perebusan dan Penguapan
Proses pembuatan petis dimulai dengan merebus ekstrak ikan atau udang (bisa juga dari ebi) bersama gula pasir atau gula merah.
Campuran tersebut direbus hingga mendidih dan dibiarkan hingga setengah kental. Garam kemudian ditambahkan dan terus diaduk sambil direbus sampai larutan menjadi kental.
Setelah dingin, adonan petis dikemas dalam botol plastik. Kandungan garam yang tinggi membuat petis awet.
Tanda-Tanda Terasi dan Petis Kedaluwarsa
Meskipun awet karena proses fermentasi dan pengawetan garam, terasi tetap memiliki masa kadaluwarsa. Perubahan warna menjadi lebih gelap, tekstur lembek bahkan berlendir, serta bau menyengat yang menyimpang dari aroma khasnya menandakan terasi sudah tidak layak konsumsi. Pertumbuhan jamur juga menjadi indikator utama terasi telah rusak.
Petis umumnya memiliki masa simpan 3-12 bulan jika disimpan dengan benar di wadah kedap udara dan lemari pendingin. Sama seperti terasi, pertumbuhan jamur di permukaan petis menunjukkan bahwa bumbu tersebut sudah tidak layak dikonsumsi. Petis yang sudah dibuka sebaiknya segera disimpan di lemari pendingin.
Sebagai kesimpulan, meskipun sama-sama menggunakan bahan dasar udang, terasi dan petis memiliki perbedaan signifikan dalam proses pembuatan, tekstur, rasa, dan wilayah penyebaran. Memahami perbedaan ini penting untuk memilih bumbu yang tepat sesuai kebutuhan dan menghargai kekayaan kuliner Nusantara.
