Kasus pungli kembali mengguncang institusi kepolisian. Aiptu Rudi Hartono, anggota Polrestabes Medan, menjadi sorotan setelah videonya viral di media sosial. Dalam video tersebut, ia terlihat dipaksa berguling-guling sebagai hukuman karena memeras seorang pengendara perempuan sebesar Rp100.000.
Kasus ini memicu pertanyaan mendalam tentang efektivitas hukuman yang dijatuhkan dan memperlihatkan sisi gelap penegakan hukum di Indonesia. Apakah hukuman berguling-guling sudah cukup untuk menindak tegas tindakan pungli yang dilakukan oleh oknum polisi ini?
Hukuman Berguling dan Pelanggaran Kode Etik
Kasubbag Propam Polrestabes Medan, AKP Suharmono, membenarkan insiden tersebut. Setelah hukuman berguling, Aiptu Rudi dipindahkan ke ruangan khusus.
Aiptu Rudi terbukti melanggar Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 10 Perpol tersebut melarang anggota Polri melakukan perbuatan melanggar hukum dan menyalahgunakan wewenang.
Uang hasil pemerasan, menurut AKP Suharmono, digunakan untuk membeli sarapan. Ini semakin memperburuk citra polisi di mata masyarakat.
Pungli dan Jerat Hukum yang Berlaku
Aiptu Rudi terjerat kasus pungutan liar (pungli). Berdasarkan Pasal 368 ayat 1 KUHP, pelaku pungli yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu terancam hukuman penjara maksimal sembilan tahun.
Namun, aturan tersebut berlaku untuk pelaku pungli di luar aparatur pemerintahan, seperti preman. Bagi pejabat, ASN, atau penegak hukum, seperti polisi, tindakan pungli ditangani sesuai peraturan di internal instansi masing-masing.
Dalam kasus Aiptu Rudi, Polri akan menindaklanjuti sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri. Sanksinya beragam, mulai dari teguran hingga pemecatan.
Kasus Pungli di Kepolisian: Sebuah Tren yang Mengkhawatirkan
Kasus Aiptu Rudi bukanlah yang pertama. Berbagai kasus pungli oleh oknum polisi pernah terjadi sebelumnya.
Pada 2021, viral video seorang polisi meminta sekarung bawang dari sopir truk sebagai uang damai. Kapolda Metro Jaya saat itu, Irjen Fadil Imran, geram dan memerintahkan Propam untuk menindak oknum tersebut.
Di tahun yang sama, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo meminta maaf atas kejadian tersebut dan mengajak masyarakat melaporkan polisi nakal melalui nomor WhatsApp khusus.
Setahun kemudian, seorang polisi di Kota Bogor meminta Rp2,2 juta kepada pelanggar lalu lintas. Pelaku mengaku telah melakukan hal serupa sebanyak tiga kali dan terancam pemecatan.
Kasus-kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam tubuh Polri. Masyarakat harus aktif melaporkan setiap bentuk pungli agar tindakan tegas dapat diberikan.
Meskipun Aiptu Rudi Hartono telah ditahan, proses hukum selanjutnya masih menunggu perkembangan lebih lanjut. Semoga kasus ini menjadi momentum bagi Polri untuk membenahi internal dan meningkatkan kepercayaan publik.
Perlu diingat, pungli merupakan tindakan kriminal yang merugikan masyarakat dan merusak kepercayaan terhadap institusi penegak hukum. Partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan tindakan pungli sangat penting untuk menciptakan penegakan hukum yang bersih dan adil.
