Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Keputusan ini, yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo pada 26 Juni 2025, menetapkan jeda minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan antara kedua penyelenggaraan pemilu tersebut. Namun, dampak keputusan ini terhadap peningkatan kualitas demokrasi Indonesia masih menjadi perdebatan.
Pemisahan jadwal pemilu ini merupakan respons atas permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang menilai penyelenggaraan pemilu serentak selama ini menghambat efektivitas pemerintahan dan mempersulit proses demokrasi. MK pun berpendapat beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 jika ditafsirkan secara konvensional.
Dampak Pemisahan Pemilu: Lebih dari Sekadar Perubahan Teknis?
Lucius Karus, peneliti legislasi dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), mengungkapkan keraguannya akan dampak signifikan pemisahan jadwal pemilu terhadap perbaikan kualitas demokrasi. Ia menekankan bahwa perubahan teknis dalam penyelenggaraan pemilu hampir selalu terjadi menjelang setiap pemilu, sehingga keputusan MK ini belum tentu menjamin peningkatan integritas penyelenggaraan pemilu.
Perubahan mekanisme penyelenggaraan pemilu, menurut Lucius, menjadi hal yang lumrah. Jika DPR, pemerintah, partai politik, dan penyelenggara pemilu tidak menganggap pemisahan jadwal pemilu sebagai hal penting, maka keputusan MK ini hanya akan menjadi perubahan teknis tanpa makna substansial.
Integritas Penyelenggara Pemilu: Tantangan Utama
Perbaikan kualitas demokrasi tidak hanya bergantung pada perubahan teknis seperti pemisahan jadwal pemilu. Integritas penyelenggara pemilu juga merupakan faktor krusial yang perlu mendapatkan perhatian serius. Lucius menambahkan bahwa kesuksesan pemisahan jadwal pemilu sangat bergantung pada komitmen seluruh pihak terkait untuk berbenah.
Jika partai politik memiliki kesadaran dan keinginan untuk memperbaiki diri, maka akan lebih mudah mengharapkan DPR dan pemerintah untuk turut serta dalam membahas revisi regulasi yang mendukung integritas pemilu. Tanpa komitmen tersebut, pemisahan jadwal pemilu hanyalah perubahan permukaan tanpa perbaikan mendalam.
Perludem dan Pertimbangan MK
Permohonan Perludem kepada MK didasarkan pada dampak negatif pemilu serentak terhadap proses demokrasi dan efektivitas pemerintahan. MK, dalam putusannya, menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu serentak selama ini memang menyulitkan proses demokrasi dan menghambat efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
MK pun menekankan perlunya perubahan agar penyelenggaraan pemilu dapat berjalan lebih efektif dan demokratis. Pemisahan jadwal pemilu, menurut MK, diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Namun, tanpa perbaikan integritas penyelenggara dan komitmen dari seluruh pihak terkait, tujuan tersebut tetap sulit dicapai.
Putusan MK ini menjadi langkah awal yang penting. Namun, keberhasilannya dalam meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia tergantung pada komitmen dan aksi nyata dari seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan pemilu yang lebih berintegritas dan efektif. Perubahan substansial membutuhkan lebih dari sekadar perubahan teknis; perubahan mindset dan budaya politik yang sehat adalah kunci utama.





