Bulan Muharam, bulan pertama dalam kalender Hijriah, memiliki arti penting bagi umat Islam. Peringatan 1 Muharam bukan sekadar perayaan biasa, melainkan momen refleksi diri dan penajaman hati nurani, menurut Menteri Agama (Menag) Nasaruddin.
Menag menegaskan bahwa memperingati 1 Muharam bukanlah bid’ah, malah selaras dengan konsep ekoteologi yang menekankan pentingnya perdamaian dan introspeksi.
Peringatan 1 Muharam: Bukan Bid’ah, Melainkan Momen Introspeksi
Menurut Menag Nasaruddin, peringatan 1 Muharam merupakan apresiasi terhadap waktu dan kesakralannya.
Beliau menekankan bahwa setiap waktu dan tempat memiliki nilai spiritual tersendiri. Contohnya, sholat di depan Ka’bah memiliki nilai ibadah yang jauh lebih besar daripada di tempat lain.
Tradisi peringatan 1 Muharam, menurut Menag, merupakan wujud penghormatan terhadap waktu yang sakral ini.
Kekuatan Simbolik Berkumpul dan Merenung
Menag Nasaruddin menyatakan pentingnya berkumpul dan merenung sebagai bentuk kekuatan simbolik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Peringatan 1 Muharram, bagi Menag, menjadi sarana penajaman hati nurani. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara ketajaman akal dan batin.
Berkumpul dan merenung, bahkan tanpa kursi, dilihat sebagai terapi kejut untuk membangkitkan kesadaran jiwa.
Ekoteologi dan Kesadaran Lingkungan dalam Perayaan Muharam
Menag Nasaruddin menghubungkan perayaan Muharam dengan konsep ekoteologi.
Ekoteologi mengajarkan kita untuk mencintai seluruh ciptaan Tuhan, termasuk alam dan lingkungan sekitar.
Mencintai alam berarti menghargai semua fase kehidupan, baik yang sedang mekar maupun yang layu dan gugur.
Dengan semangat ekoteologi, umat Islam didorong untuk menghargai dan menjaga kelestarian alam.
Hal ini sangat penting di tengah tantangan lingkungan saat ini. Menag berharap perayaan Muharam dapat meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab terhadap alam.
Perayaan 1 Muharram menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.
Secara keseluruhan, peringatan 1 Muharam menurut Menag Nasaruddin bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga kesempatan untuk introspeksi diri, mendekatkan diri kepada Tuhan, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam. Semoga momentum ini dapat membawa kebaikan bagi seluruh umat.
