Serangan udara Israel ke Iran pada Juni 2025 telah meningkatkan tensi geopolitik global. Hal ini memicu perdebatan mengenai fungsi aset digital, khususnya kripto, sebagai safe haven di tengah krisis.
Banyak yang mengklaim kripto dapat melindungi nilai investasi saat krisis. Namun, pandangan ini dibantah oleh pengamat kripto dan pasar finansial.
Kripto Bukan Safe Haven di Tengah Krisis Geopolitik
Desmond Wira, seorang pengamat kripto dan pasar finansial, tegas menolak klaim kripto sebagai safe haven.
Menurutnya, memandang kripto sebagai aset pelindung nilai selama konflik adalah berbahaya dan tidak realistis.
Ia menjelaskan bahwa dalam berbagai peristiwa geopolitik dan ekonomi global sebelumnya, harga kripto justru anjlok ketika kondisi dunia memburuk.
Ini menunjukkan bahwa Bitcoin dan Ethereum masih bersifat spekulatif dan volatil, bukan aset defensif seperti emas atau dolar AS.
Investor institusional dan ritel pun belum sepenuhnya percaya kripto sebagai instrumen perlindungan nilai.
Saat konflik muncul, kripto seringkali menjadi salah satu aset yang pertama kali dijual untuk mengamankan modal.
Meningkatnya ketegangan berbanding lurus dengan meningkatnya risiko, sehingga harga aset berisiko seperti kripto berpotensi turun lebih dalam.
Alternatif Pengaman Investasi di Masa Krisis
Meskipun banyak yang mengklaim kripto sebagai alternatif pengaman, pergerakan harga menunjukkan penurunan signifikan selama konflik.
Dengan kondisi geopolitik yang masih tegang, sentimen pasar terhadap kripto diperkirakan akan tetap tertekan dalam waktu dekat.
Perlu diingat bahwa setiap keputusan investasi merupakan tanggung jawab individu. Lakukan riset dan analisis menyeluruh sebelum berinvestasi dalam kripto.
Dampak Konflik Iran-Israel terhadap Industri Kripto
Tokocrypto, platform perdagangan kripto di Indonesia, mencatat penurunan volume perdagangan aset kripto selama eskalasi konflik Iran-Israel.
Penurunan tersebut berada di kisaran 3% hingga 5%, namun masih dalam batas wajar dan mencerminkan tren konsolidasi global.
Meskipun volume perdagangan menurun, Bitcoin tetap berada di atas level psikologis USD 100.000.
Investor institusional mendominasi perdagangan di Tokocrypto, lebih dari separuh volume transaksi berasal dari mereka dan pengguna VIP.
Menariknya, jumlah pengguna baru yang melakukan transaksi pertama justru meningkat 20%.
Hal ini menunjukkan minat masyarakat terhadap kripto tetap tinggi, terutama dari investor baru yang mencari alternatif investasi.
Wan Iqbal, CMO Tokocrypto, menjelaskan data internal perusahaan mengenai penurunan volume perdagangan dan peningkatan pengguna baru.
Refleksi Investor atas Dinamika Geopolitik
Iqbal melihat dinamika geopolitik mendorong investor untuk merefleksikan nilai jangka panjang aset digital seperti Bitcoin.
Ia memproyeksikan potensi pembalikan tren harga pada kuartal ketiga 2025 seiring meredanya konflik dan meningkatnya kepastian kebijakan moneter global.
Tokocrypto berkomitmen memperkuat ekosistem kripto melalui edukasi dan inovasi produk.
Strategi ini bertujuan memenuhi kebutuhan investor ritel dan institusi, membangun pasar kripto Indonesia yang lebih kuat.
Iqbal menekankan bahwa ketidakpastian global dapat menjadi momen bagi investor untuk menilai nilai jangka panjang aset digital, terutama Bitcoin dan teknologi blockchain.
Kesimpulannya, meskipun terdapat minat yang terus tumbuh terhadap kripto, perlu diingat bahwa aset ini masih sangat volatil dan rentan terhadap guncangan geopolitik. Keputusan investasi perlu didasarkan pada analisis yang matang dan pemahaman akan risiko yang melekat.





