Investasi AI Melonjak, 80% Latih Model Canggih?

Investasi AI Melonjak, 80% Latih Model Canggih?
Sumber: Liputan6.com

Investasi global di bidang kecerdasan buatan (AI) telah mencapai angka fantastis, yaitu USD 188 miliar atau sekitar Rp 3.051 triliun. Angka ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin luasnya penerapan AI di berbagai sektor.

Jay Jenkins, CTO Cloud Computing di Akamai Technologies, menjelaskan bahwa peningkatan investasi ini didorong oleh kebutuhan akan perangkat keras yang mumpuni untuk mendukung perkembangan AI. Perkembangan ini memacu inovasi dalam pengembangan berbagai jenis prosesor khusus.

Investasi Besar untuk Pelatihan Model AI

Sebagian besar investasi AI, sekitar 80 persen, dialokasikan untuk membangun dan melatih model AI. Hal ini menunjukkan fokus industri pada pengembangan model yang lebih canggih dan akurat.

Sisanya, hanya 20 persen, digunakan untuk implementasi atau *inference* (penggunaan model AI dalam praktik). Meskipun terlihat kecil, tahap *inference* ini sesungguhnya merupakan kunci utama untuk menghasilkan nilai nyata dari teknologi AI.

Banyak organisasi masih berada pada tahap eksplorasi dan pengembangan model AI. Oleh karena itu, investasi untuk *inference* masih relatif kecil dibandingkan dengan investasi untuk pelatihan model.

Tantangan Operasional AI bagi Perusahaan

Gartner memprediksi infrastruktur senilai USD 1,3 triliun (sekitar Rp 21.103 triliun) akan dibutuhkan untuk mendukung *inference* AI pada tahun 2032. Ini menunjukkan besarnya skala operasional AI di masa depan.

Sebuah studi kolaborasi Akamai dan Forrester mengungkap berbagai tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mengoperasionalkan AI. Sebanyak 56 persen pemimpin perusahaan mengalami masalah latensi (keterlambatan), sementara 60 persen menghadapi kesulitan terkait biaya penyimpanan dan pemrosesan.

Selain itu, 45 persen perusahaan kesulitan meningkatkan kapasitas aplikasi AI mereka. Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa operasional AI jauh lebih kompleks dari yang diperkirakan banyak orang.

Akamai berupaya mengatasi masalah ini dengan memanfaatkan arsitektur *cloud* terdistribusi. Arsitektur ini memungkinkan *inference* AI yang lebih cepat dan efisien.

Adopsi AI di Indonesia dan Tantangan ke Depan

Indonesia memiliki tingkat adopsi AI tertinggi di Asia Tenggara, mencapai 24,6 persen menurut IDC. Angka ini menunjukkan potensi besar AI di Indonesia, namun juga membutuhkan infrastruktur yang memadai.

Untuk melayani populasi besar Indonesia yang tersebar di ribuan pulau, diperlukan komputasi *edge* yang kuat. Komputasi *edge* memungkinkan pemrosesan data lebih dekat ke sumbernya, sehingga meningkatkan efisiensi dan kecepatan.

Pertumbuhan *Internet of Things* (IoT) di Indonesia juga mendorong kebutuhan akan komputasi *edge*. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam mengembangkan infrastruktur AI.

Pertimbangan regulasi dan kedaulatan data juga menjadi penting. Komputasi terdistribusi menawarkan solusi untuk meminimalkan perpindahan data dan menjaga keamanan data.

Ketersediaan talenta *cloud* di Indonesia masih menjadi tantangan yang perlu diatasi. Pengembangan sumber daya manusia di bidang AI sangat penting untuk mendorong adopsi dan perkembangan teknologi ini lebih lanjut.

Kesimpulannya, investasi global yang masif di bidang AI menandai era baru dalam teknologi. Namun, tantangan operasional dan infrastruktur tetap perlu diatasi. Indonesia, dengan tingkat adopsi AI yang tinggi, memiliki potensi besar namun juga menghadapi tantangan untuk mengoptimalkan penggunaan AI dan mengembangkan infrastruktur yang memadai.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *