Indonesia dan Inggris semakin memperkuat kerja sama di bidang kecerdasan buatan (AI). Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria baru-baru ini bertemu dengan Direktur Jenderal Teknologi Digital dan Telekomunikasi Departemen Ilmu Pengetahuan, Inovasi, dan Teknologi Inggris, Emran Mian, di London Tech Week 2025. Pertemuan bilateral ini menghasilkan kesepakatan untuk meningkatkan kolaborasi dalam pengembangan AI yang aman, etis, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Kedua negara sepakat untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam membangun ekosistem AI yang kuat. Kolaborasi ini mencakup pembangunan infrastruktur, pengembangan talenta digital, dan penyusunan regulasi yang adaptif.
Penguatan Infrastruktur AI: Investasi Besar dan Kolaborasi Lintas Sektor
Pembangunan infrastruktur AI yang tangguh menjadi fokus utama diskusi. Inggris telah menginvestasikan lebih dari 1 miliar euro dalam empat tahun terakhir untuk riset komputasi AI dan pembangunan pusat data berskala besar.
Indonesia, di sisi lain, memprioritaskan pembangunan pusat data, pengembangan chip AI, dan peningkatan daya komputasi melalui kolaborasi antar kementerian dan lembaga.
Pengembangan Talenta Digital: Memenuhi Kebutuhan Masa Depan
Kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidang AI juga menjadi perhatian utama kedua negara. Indonesia menargetkan 9 juta talenta digital pada tahun 2030 dan berupaya mewujudkannya melalui pelatihan dan program peningkatan kapasitas.
Inggris juga memiliki program komprehensif, mulai dari menumbuhkan minat teknologi sejak usia sekolah hingga pelatihan bagi pekerja yang sudah ada untuk beradaptasi dengan perubahan akibat AI.
Regulasi AI: Menyeimbangkan Inovasi dan Keamanan
Keamanan dan etika AI merupakan kunci keberhasilan pengembangan teknologi ini. Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Menteri tentang Etika AI dan sedang menyusun regulasi yang lebih komprehensif.
Inggris, melalui Institut Keamanan AI, mempelajari risiko AI canggih dan berbagi temuannya secara internasional, termasuk dengan Indonesia. Kedua negara sepakat akan pentingnya kerangka kerja tata kelola AI yang kuat.
Adopsi AI yang cepat di Indonesia, dengan 80 persen masyarakat yang melihat manfaatnya, juga dibahas. Namun, hal ini juga menimbulkan risiko disrupsi tenaga kerja dan potensi penyalahgunaan AI untuk menyebarkan misinformasi.
Oleh karena itu, kolaborasi dengan Inggris dianggap krusial untuk menyeimbangkan inovasi dengan mitigasi risiko. Indonesia menekankan pendekatan terbuka terhadap model AI dari berbagai negara, selama sesuai dengan regulasi dan nilai-nilai nasional.
Kedua negara sepakat untuk terus meningkatkan kerja sama, termasuk melalui inisiatif bersama untuk menghubungkan talenta dan inovator dari kedua negara. Langkah ini menandai tonggak penting dalam hubungan bilateral Indonesia-Inggris di bidang AI.
Ke depan, kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem AI yang berkelanjutan, aman, dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat kedua negara. Dengan berbagi pengetahuan dan sumber daya, Indonesia dan Inggris dapat bersama-sama menghadapi tantangan dan mereguk peluang yang ditawarkan oleh perkembangan pesat teknologi AI.