Duka mendalam menyelimuti keluarga Juliana Marins, turis Brasil yang meninggal dunia pada akhir Juni 2025 setelah jatuh dari jalur pendakian Gunung Rinjani, Indonesia. Kepergiannya menyisakan pertanyaan dan mendorong penyelidikan lebih lanjut. Kehadiran Ibu Negara Brasil, Janja da Silva, dan Menteri Kesetaraan Ras Brasil, Anielle Franco, dalam upacara pemakaman Juliana menjadi bukti simpati mendalam dari pemerintah Brasil atas tragedi ini.
Jenazah Juliana awalnya direncanakan untuk dikremasi. Namun, atas pertimbangan kemungkinan penyelidikan lebih lanjut, keluarga memutuskan untuk menguburkannya.
Pemakaman Juliana Marins dan Dukungan Masyarakat Brasil
Upacara pemakaman Juliana Marins digelar pada Jumat, 4 Juli 2025, terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama terbuka untuk umum, sementara sesi kedua hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat.
Keluarga Juliana menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada masyarakat Brasil atas dukungan dan simpati yang diberikan. Dukungan tersebut sangat berarti bagi keluarga dalam menghadapi situasi sulit ini.
Ayah Juliana, Manoel Marins, juga mengapresiasi peran media dalam meliput kasus ini. Liputan tersebut membantu menyebarkan informasi dan meningkatkan kesadaran publik di Brasil.
Seorang ibu rumah tangga dari Niterói, kota kelahiran Juliana, mengungkapkan rasa belasungkawa dan solidaritasnya kepada keluarga. Ia hadir untuk menunjukkan dukungan Brasil kepada keluarga yang sedang berduka.
Sebagai bentuk penghormatan, Kota Niterói akan menamai sebuah titik pandang (Mirante) dan jalur di Praia do Sossego dengan nama Juliana. Tempat-tempat tersebut merupakan lokasi favorit mendiang di Rio de Janeiro.
Wali Kota Niterói, Rodrigo Neves, turut menyampaikan rasa duka cita dan mengungkapkan bahwa kasus ini telah menyentuh hati seluruh kota.
Autopsi Ulang dan Penyelidikan Internasional
Keluarga Juliana, melalui Kantor Pembela Umum Persatuan Brasil (DPU), telah meminta dilakukan autopsi ulang. Langkah ini bertujuan untuk mendukung penyelidikan internasional terkait kematian Juliana.
Pembela hak asasi manusia regional di Rio de Janeiro, Taísa Bittencourt, menyatakan bahwa autopsi ulang ini penting. Hasilnya dapat menentukan apakah terdapat kelalaian dari pihak berwenang Indonesia.
Jika terbukti adanya kelalaian, Brasil berpotensi membuka penyelidikan sendiri melalui Kepolisian Federal. Hal ini didasarkan pada prinsip yurisdiksi ekstrateritorial.
Taíssa menyatakan telah meminta Kepolisian Federal untuk menyelidiki kemungkinan adanya kelalaian. Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari Kepolisian Federal terkait permintaan tersebut.
Jika ditemukan “kemungkinan kelalaian”, kasus ini dapat dibawa ke badan-badan internasional. Indonesia berpotensi menjadi pihak yang dituduh dalam kasus ini.
Menanti Hasil Autopsi dan Respon Pemerintah Indonesia
Autopsi ulang terhadap jenazah Juliana telah dilakukan pada Rabu, 2 Juli 2025, di Rio de Janeiro. Proses autopsi tersebut melibatkan dua ahli forensik dari Kepolisian Sipil Rio de Janeiro.
Proses autopsi juga disaksikan oleh seorang ahli medis dari Kepolisian Federal dan seorang asisten teknis yang mewakili keluarga Juliana.
Laporan awal hasil autopsi diperkirakan akan dirilis dalam waktu tujuh hari. Hasil ini akan menjadi kunci dalam menentukan langkah selanjutnya dalam penyelidikan kasus ini.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham) Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia belum menerima surat resmi dari pemerintah Brasil terkait tuntutan hukum atas kematian Juliana.
Yusril menambahkan bahwa ancaman tuntutan hukum berasal dari lembaga independen di Brasil yang menangani masalah HAM. Pemerintah Indonesia akan menunggu perkembangan lebih lanjut.
Kasus kematian Juliana Marins masih terus bergulir. Hasil autopsi ulang dan respon dari pemerintah Indonesia akan menjadi penentu arah penyelidikan selanjutnya. Semoga keluarga Juliana dapat menemukan kedamaian dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang masih menggantung.





