Tragedi jatuhnya pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025, menyisakan duka mendalam dan menimbulkan pertanyaan. Keluarga Juliana berencana menggugat otoritas Indonesia terkait insiden ini. Pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) pun memberikan klarifikasi terkait peristiwa tersebut dan rencana gugatan keluarga korban.
Kepala Balai TNGR, Yarman, menegaskan bahwa tim SAR telah mengerahkan segala upaya untuk menyelamatkan Juliana. Evakuasi yang memakan waktu lima hari diakibatkan oleh kondisi medan yang sulit dan cuaca buruk.
Respons Resmi TNGR Atas Rencana Gugatan Hukum
Kepala Balai TNGR, Yarman, menyampaikan bahwa tim SAR telah bekerja maksimal sejak menerima laporan insiden hingga berhasil mengevakuasi jenazah Juliana lima hari kemudian. Upaya penyelamatan terhambat oleh medan terjal dan cuaca yang ekstrem di Gunung Rinjani.
Berbagai kendala alamiah seperti topografi tebing yang curam dan perubahan cuaca yang cepat menjadi faktor utama penghambat evakuasi. Meskipun demikian, tim SAR tetap berupaya semaksimal mungkin.
Keluarga Juliana telah mengizinkan autopsi kedua dilakukan di Brasil. Hasil autopsi pertama telah selesai pada 2 Juli 2025 waktu setempat, dan jenazah telah diserahkan kepada keluarga.
Kronologi Jatuhnya Juliana Marins di Gunung Rinjani
Juliana Marins jatuh saat mendaki Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025. Jatuhnya Juliana awalnya diperkirakan sedalam 200 meter, namun kemudian ditemukan terperosok hingga kedalaman 600 meter.
Evakuasi jenazah baru berhasil dilakukan pada 25 Juni 2025 pukul 13.51 WITA. Tim SAR menggunakan peralatan manual dan teknik *lifting* untuk mengangkat jenazah dari dasar jurang.
BMKG menganalisis bahwa perubahan cuaca yang cepat di Gunung Rinjani merupakan fenomena alamiah yang disebabkan oleh kecepatan angin tinggi dan pendinginan udara saat menuju puncak gunung. Hal ini kemudian membentuk awan orografis.
Tim evakuasi mulai bergerak sekitar pukul 08.00 WITA setelah menerima informasi pukul 06.30 WITA. Kondisi lapangan dan cuaca menjadi kendala utama.
Usulan Pembangunan Posko Darurat di Plawangan IV
Sebagai langkah antisipasi kejadian serupa, TNGR mempertimbangkan pembangunan posko darurat atau *emergency shelter* di dekat puncak Gunung Rinjani. Lokasi yang dipertimbangkan adalah Plawangan IV.
Saat ini, hanya terdapat dua posko darurat di Gunung Rinjani, yaitu di Resort Sembalun dan Pos II. Waktu tempuh dari kedua posko ke puncak cukup lama, sekitar 8-10 jam.
Dengan posko di Plawangan IV, waktu tempuh ke puncak diperkirakan dapat dipersingkat menjadi tiga jam. Plawangan IV merupakan pintu masuk utama jalur Sembalun dan lokasi favorit para pendaki untuk berkemah.
Petugas TNGR rutin berpatroli di Pos II, namun pembangunan *shelter* di Plawangan IV dinilai perlu untuk mempercepat penanganan darurat. Lokasi tersebut strategis karena merupakan titik akses utama menuju puncak.
Pembangunan posko darurat ini mendapat apresiasi dari Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (Diskominfotik) NTB. Yusron Hadi, Kepala Diskominfotik NTB, menekankan pentingnya ketersediaan peralatan dan perlengkapan di posko tersebut untuk mempercepat penanganan jika terjadi insiden.
Gunung Rinjani, dengan ketinggian 3.726 mdpl, merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia. Keindahannya menjadi daya tarik bagi pendaki domestik dan mancanegara. Pendapatan dari sektor pariwisata Gunung Rinjani terus meningkat, mencapai Rp22,5 miliar pada tahun 2024, dengan efek ekonomi berganda hingga Rp109 miliar.
Kejadian ini menjadi pembelajaran berharga bagi pengelola Gunung Rinjani untuk terus meningkatkan keamanan dan fasilitas bagi para pendaki. Semoga langkah-langkah antisipatif yang diambil dapat mencegah tragedi serupa di masa depan dan memberikan rasa aman bagi para pendaki. Semoga pula keluarga Juliana Marins dapat menemukan kedamaian.
