Polemik seputar penulisan ulang sejarah kembali mencuat dan menjadi sorotan publik. Hal ini bermula dari kritik terhadap Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon terkait penyebutan peristiwa pemerkosaan massal 1998. Kritik tersebut disampaikan oleh anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, yang mempertanyakan sikap Fadli Zon yang dinilai mengurangi pentingnya peristiwa tersebut.
Menanggapi polemik ini, DPR RI bergerak cepat. Komisi X DPR RI berencana memanggil Menbud Fadli Zon untuk meminta klarifikasi terkait kontroversi tersebut.
DPR Panggil Fadli Zon Terkait Polemik Penulisan Sejarah
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, memastikan pemanggilan Menbud Fadli Zon akan dilakukan pada pekan depan, tepatnya di awal bulan Juli. Pemanggilan ini bertujuan untuk memperoleh penjelasan langsung dari Fadli Zon mengenai kontroversi yang tengah bergulir.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, juga menyatakan dukungan terhadap langkah Komisi X untuk memanggil Fadli Zon. Ia menilai pemanggilan tersebut penting untuk meluruskan berbagai polemik yang muncul di masyarakat.
Kritik terhadap Fadli Zon Mengenai Peristiwa 1998
Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, mengungkapkan kritiknya terhadap pernyataan Fadli Zon yang mempersoalkan penggunaan istilah “massal” dalam konteks pemerkosaan 1998. Bonnie menekankan pentingnya mengakui kejahatan yang terjadi berdasarkan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Laporan TGPF, menurut Bonnie, telah secara jelas mencatat lebih dari 50 korban perkosaan. Ia mempertanyakan konsistensi Fadli Zon dalam mengutamakan persatuan bangsa jika pendekatannya terhadap peristiwa sejarah justru dianggap minim empati.
Fadli Zon Tegaskan Perlunya Bukti Akurat
Menanggapi kritik tersebut, Menbud Fadli Zon memberikan klarifikasi. Ia menyatakan pentingnya kehati-hatian dalam membahas peristiwa masa lalu, khususnya terkait data dan bukti yang akurat.
Fadli Zon mengakui adanya kekerasan seksual terhadap perempuan pada masa transisi tersebut, bahkan hingga saat ini. Namun, ia menekankan perlunya pendalaman lebih lanjut mengenai penggunaan istilah “massal” karena menyangkut nama baik bangsa.
Fadli Zon menjelaskan bahwa informasi yang simpang siur pada masa transisi tersebut membutuhkan kajian mendalam. Ia tidak menyangkal adanya berbagai bentuk kejahatan pada saat itu, namun menegaskan pentingnya bukti-bukti yang kuat dan akurat untuk mendukung setiap klaim.
Ia juga menyebut beberapa temuan investigasi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut terkait laporan TGPF. Menurut Fadli Zon, diperlukan kebijaksanaan dalam menafsirkan dan memahami peristiwa sejarah yang kompleks ini.
Pemanggilan Fadli Zon oleh Komisi X DPR RI diharapkan dapat memberikan kejelasan terkait polemik ini dan menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai peristiwa 1998. Proses ini juga diharapkan dapat memperkuat komitmen dalam menjaga akuratnya penulisan sejarah dan menghindari interpretasi yang kontroversial.
Ke depan, proses penelitian dan penulisan sejarah harus dilakukan secara objektif, berbasis bukti, dan mempertimbangkan aspek kemanusiaan serta dampak pada korban. Hal ini penting untuk memastikan agar penulisan sejarah dapat memberikan gambaran yang seimbang dan tidak memicu perdebatan yang tidak produktif.





