Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan fakta mengejutkan terkait kandungan Bisphenol A (BPA) pada galon guna ulang (ganula) di enam kota besar Indonesia. Tingkat paparan BPA melebihi ambang batas aman yang telah ditetapkan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kesehatan masyarakat, terutama karena kekurangan regulasi yang mengatur masa pakai ganula.
Minimnya regulasi ini membuka celah bagi peredaran ganula yang sudah usang, meningkatkan risiko paparan BPA yang berbahaya bagi kesehatan. Semakin lama ganula digunakan, semakin besar pula potensi peluruhan BPA ke dalam air minum.
Paparan BPA Berlebih pada Ganula: Ancaman Kesehatan yang Terabaikan
BPOM telah mewajibkan pencantuman label peringatan BPA pada galon polikarbonat. Kebijakan ini akan diterapkan penuh pada 2024, dengan masa transisi hingga 2028.
Namun, kebijakan ini belum cukup. Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing, menekankan pentingnya regulasi yang mengatur batas usia pakai ganula. Tanpa batasan usia pakai, ganula tetap beredar bebas, meski potensinya untuk melepaskan BPA sudah tinggi.
Hasil survei BPOM pada 2021-2022 menunjukkan paparan BPA pada ganula di enam kota besar telah melewati ambang batas aman. Ini menjadi alarm bahaya yang tidak boleh diabaikan.
Bisphenol A (BPA): Pengganggu Sistem Hormon yang Berbahaya
BPA adalah endocrine disruptor, zat yang dapat mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh. Studi internasional telah mengaitkan paparan BPA dengan berbagai masalah kesehatan.
Gangguan pertumbuhan pada anak, masalah kesuburan, dan peningkatan risiko kanker adalah beberapa risiko yang dikaitkan dengan paparan BPA. Risiko pelepasan BPA meningkat seiring usia ganula, paparan sinar matahari, dan metode pencucian yang tidak tepat.
David Tobing menyebut ganula sebagai “galon zombie”, masih terlihat layak pakai padahal sudah seharusnya diganti. Hal ini merugikan konsumen demi menekan biaya produksi.
Profesor Mochamad Cholid, pakar polimer dari Universitas Indonesia, merekomendasikan penggunaan ganula maksimal 40 kali isi ulang atau sekitar 1 tahun dengan asumsi pengisian ulang mingguan. Melebihi itu, risiko migrasi BPA akan meningkat signifikan.
Kesadaran Konsumen dan Tanggung Jawab Produsen
Survei KKI menunjukkan rendahnya kesadaran konsumen terkait risiko ganula. 43,4% responden tidak mengetahui aturan label BPA. Namun, setelah mengetahui, 96% mendukung penerapan aturan dan penarikan ganula dari peredaran.
Ironisnya, produsen air minum kemasan telah memiliki teknologi untuk memproduksi galon bebas BPA. Namun, ganula lama tetap beredar di pasaran, diduga karena alasan keuntungan.
David Tobing menyoroti hal ini sebagai ketidakadilan bagi konsumen. Lebih dari 100 juta orang di Indonesia, atau sekitar 40% penduduk, berpotensi terpapar BPA dari ganula setiap harinya.
KKI mendesak pemerintah untuk segera menetapkan aturan batas usia pakai ganula dan mempercepat implementasi pelabelan BPA. Hal ini demi melindungi kesehatan jutaan masyarakat Indonesia.
Pemerintah perlu hadir untuk melindungi konsumen, bukan hanya membiarkan produsen meraup keuntungan dari produk yang berpotensi membahayakan. Aturan yang tegas diperlukan untuk menghentikan peredaran ganula dan melindungi kesehatan masyarakat.
Lebih dari sekadar masalah regulasi, ini tentang tanggung jawab bersama untuk melindungi kesehatan generasi mendatang. Perlu kolaborasi antara pemerintah, produsen, dan konsumen untuk menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua.





