Transformasi Digital Cloud Indonesia: Pasar Rp22 Triliun di 2025!

Transformasi Digital Cloud Indonesia: Pasar Rp22 Triliun di 2025!
Sumber: Liputan6.com

Transformasi digital berbasis komputasi awan (cloud) telah menjadi kebutuhan vital bagi berbagai sektor di Indonesia. Pertumbuhan pasar cloud publik di Indonesia sangat pesat, diproyeksikan mencapai USD 1,38 miliar (lebih dari Rp 22 triliun) pada tahun 2025, dengan pertumbuhan tahunan mencapai 20,5 persen. Hal ini didorong oleh meningkatnya permintaan transformasi digital dari sektor publik maupun swasta. Adopsi komputasi awan diprediksi akan mencapai 75 persen dalam beberapa tahun ke depan.

Namun, perjalanan menuju transformasi digital berbasis cloud bukan tanpa tantangan. Beberapa kendala yang dihadapi meliputi ketergantungan pada infrastruktur TI lawas, biaya platform virtualisasi yang tinggi, dan isu kedaulatan serta kepatuhan data. Hal ini semakin kompleks dengan meluasnya penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan edge computing. Infrastruktur yang terdistribusi dan tahan banting juga menjadi kunci dalam mendukung beban kerja modern seperti AI, IoT, dan aplikasi berbasis edge.

Tantangan dan Peluang Transformasi Digital di Indonesia

Adopsi cloud computing di Indonesia menghadapi beberapa hambatan signifikan. Infrastruktur TI yang sudah usang di banyak organisasi membatasi fleksibilitas dan efisiensi operasional. Biaya platform virtualisasi konvensional seperti VMware dan RedHat menjadi beban, terutama bagi UMKM yang ingin berinovasi.

Isu kedaulatan data dan kepatuhan terhadap regulasi juga menjadi perhatian utama. Penggunaan AI dan edge computing semakin meningkatkan volume data yang perlu dikelola, sehingga keamanan dan privasi data menjadi krusial.

Solusi Edge Computing dan Kolaborasi Strategis

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Rakuten Symphony berkolaborasi dengan PT Alita Praya Mitra menawarkan solusi inovatif. Seminar bertajuk “Resilient Edge Computing for Data Sovereignty & Modern AI Workloads” diselenggarakan untuk mengeksplorasi solusi praktis. Seminar ini fokus pada studi kasus edge computing dan Software-Defined Storage (SDS).

Diskusi juga akan membahas transisi dari platform virtualisasi lama ke arsitektur Kubernetes-native. Aspek penting lainnya adalah pemenuhan regulasi data lokal dan keamanan nasional serta kolaborasi antar pelaku industri. Tujuannya adalah untuk mempercepat adopsi layanan digital di Indonesia.

Kedaulatan Data dan Peran AI di Era Digital

Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kominfo, Edwin Hidayat Abdullah, menekankan pentingnya pembangunan ekonomi digital yang berkeadilan. Ia menyoroti perlunya insentif untuk pengembangan pusat data dan infrastruktur. Presiden Direktur Alita, Teguh Prasetya, menambahkan bahwa edge computing dan AI sangat penting untuk kedaulatan data dan efisiensi operasional.

Teguh, yang juga Ketua ASIOTI, menekankan pentingnya kolaborasi antara investor global dan inisiatif lokal di bidang AI untuk memperkuat ekosistem digital Indonesia. Global Head of Sales Rakuten Symphony Inc, Udai Kanukolanu, menyatakan bahwa kolaborasi antara Alita dan Rakuten Symphony bertujuan untuk mempercepat adopsi layanan digital di seluruh negeri.

Implementasi Edge Computing di Berbagai Sektor

Penerapan edge computing telah terbukti efektif di berbagai sektor. Di industri ritel, edge computing mengoptimalkan rantai pasok. Di sektor manufaktur, teknologi ini mendorong otomatisasi dan pemanfaatan robot. Bahkan, di sektor kesehatan, edge computing membantu dalam diagnosis penyakit.

Data menunjukkan bahwa 83 persen organisasi berencana mengimplementasikan AI/ML di lokasi fisik untuk meningkatkan efisiensi. SVP Rakuten Cloud, Anirban Chakravartti, menjelaskan bahwa edge computing dan AI bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan mendesak dalam menghadapi kecepatan data dan regulasi yang ketat. Rakuten merancang infrastruktur cloud-native yang mampu menjalankan beban kerja AI di edge dengan keamanan dan orkestrasi otomatis.

Prioritas Kedaulatan Data dan Tantangan AI

Kedaulatan data menjadi isu krusial dalam transformasi digital. Hal ini berkaitan dengan kontrol nasional, keamanan informasi, kemandirian ekonomi digital, dan keadilan akses teknologi. Ketua KORIKA, Hammam Riza, menekankan perlunya infrastruktur yang mendukung kedaulatan data dan transformasi digital yang inklusif.

Ia berpendapat bahwa dengan cloud berbasis edge yang dikembangkan lokal, AI dan data digital dapat melayani kepentingan bangsa. Hammam juga menyoroti aspek keselamatan dan keamanan dalam penggunaan AI, termasuk potensi pelanggaran data dan ketidakakuratan. Oleh karena itu, regulasi dan etika yang jelas sangat dibutuhkan.

Kesimpulannya, transformasi digital di Indonesia menawarkan peluang besar, namun juga menghadirkan tantangan yang signifikan. Kolaborasi antara perusahaan lokal dan global, serta fokus pada kedaulatan data dan solusi edge computing, menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini dan mewujudkan ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan. Perhatian terhadap isu keamanan dan etika AI juga sangat penting untuk memastikan pemanfaatan teknologi yang bertanggung jawab.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *